ABSTRAK
Nikah merupakan sunnah Rasulullah SAW yang jika mengikuti sunnahnya
berarti bukan dari golongannya. Tetapi dalam pernikahan ada sebuah aturan Islam, yaitu
orang-orang yang haram untuk dinikahi atau mahram. Menurut tafsir Fi
Zhilalil Qur’an karya Sayyid Qutub dikatakan, bahwa wanita yang haram dinikahi
itu sudah terkenal (masyhur) pada semua umat, baik yang masih konservatif
maupun yang sudah maju. Wanita-wanita yang haram dinikahi adalah golongan
wanita yang dijelaskan di dalam surat An-Nisa ayat 22-24. Sebagiannya dirahamkan untuk
selamanya dan sebagiannya
diharamkan dinikahinya dalam kurun waktu tertentu.
Hikmah
diharamkannya menikahi mahram adalah dengan adanya percampuran darah dengan
anggota keluarga baru yang (bukan keturunan sendiri), sehingga dapat memperbaharui
kehidupan dan unsur-unsur generasi baru. Karena pernikahan antara keluarga
dekat, dapat melemahkan keturunan bersamaan dengan perjalanan waktu. Selain dari itu, jika melakukan pernikahan
dengan mahram dapat berujung pada putusnya tali persaudaraan yang telah
terjalin sebelumnya jika terjadi perceraian
1.
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Nikah
merupakan sunnah Rasulullah SAW yang jika mengikuti sunnahnya berarti bukan
dari golongannya. Itu yang tersurat dalam suatu haditsnya yang diriwayatkan
oleh Imam al-Bukhari.
Tetapi dalam
pernikahan itu pasti ada masalah, salah satunya yaitu orang-orang yang haram
untuk dinikahi atau mahram. Namun orang-orang seringkali menyebutnya
dengan kata muhrim padahal maknanya berbeda antara mahram dan muhrim.
Dalam
tulisan ini penulis mencoba
mengulas sedikit tentang apa dan siapa orang-orang yang haram untuk dinikahi yang
diambil dari ayat al-Qur’an dan tafsirnya.
Serta apa saja hikmah yang terdapat dalam pengharaman menikahi mahram
itu. Di makalah ini
akan dijelaskan apa, siapa dan apa saja hikmah yang dapat diambil dari
pengharaman tersebut. Semoga bermanfaat.
2.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Orang yang Haram dinikahi (Mahram)
Mahram
(محرم)
adalah semua orang yang haram untuk dinikahi selamanya karena sebab keturunan, persusuan dan
pernikahan dalam syariat
Islam. Muslim Asia
Tenggara sering salah dalam menggunakan istilah mahram ini dengan kata muhrim, sebenarnya kata muhrim memiliki arti yang lain. Dalam
bahasa arab, kata muhrim (muhrimun) artinya orang yang berihram dalam
ibadah haji sebelum bertahallul. Sedangkan kata mahram (mahramun)
artinya orang-orang yang merupakan lawan jenis kita, dan
haram (tidak boleh) kita nikahi sementara atau selamanya. Namun kita boleh
bepergian dengannya, boleh berboncengan, melihat wajahnya, boleh berjabat
tangan, dan seterusnya.
B.
Macam-macam orang yang Haram dinikahi
Dijelaskan
dalam surat An-Nisa ayat 23 dan 24, bahwa mahram terbagi menjadi
beberapa macam, berikut uraiannya:
An-Nisa: 23; Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan;
saudara-saudaramu yang perempuan, Saudara-saudara bapakmu yang perempuan;
Saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari
saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang
perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu
isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri
yang Telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan
sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan
bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam
perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang Telah terjadi pada masa
lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
24. Dan
(diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang
kamu miliki (Allah Telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu.
dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian, (yaitu) mencari isteri-isteri
dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang
Telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka
maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah Mengapa bagi
kamu terhadap sesuatu yang kamu Telah saling merelakannya, sesudah menentukan
mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Menurut
tafsir Fi Zhilalil Qur’an karya Sayyid Qutub dikatakan, bahwa wanita yang haram
dinikahi itu sudah terkenal (masyhur) pada semua umat, baik yang masih
konservatif maupun yang sudah maju. Sebab-sebab keharamannya itu banyak,
demikian pula kelas-kelas mahram menurut bermacam-macam umat. Daerahnya luas
dikalangan bangsa-bangsa yang masih terbelakang dan menyempit dikalangan bangsa-bangsa
yang telah maju.[1]
Wanita-wanita
yang haram dinikahi menurut Islam adalah golongan wanita yang dijelaskan
didalam surat An-Nisa ayat 22-24. Sebagiannya dirahamkan untuk selamanya
(yakni, selamanya tidak boleh dinikahi), dan sebagiannya diharamkan dinikahinya
dalam kurun waktu tertentu.[2]
Hukum
diharamkannya menikahi wanita untuk selamanya terbagi menjadi beberapa bagian.
Sebagian disebabkan karena hubungan nasab, sebagian disebabkan hubungan
persusuan, dan sebagian disebabkan hubungan mushaharah (perbesanan).[3]
Mahram
karena hubungan nasab menurut syari’at Islam ada 4 tingkatan, pertama, jurusan
ushul, yakni yang menurunkan dia terus keatas. Kedua, jurusan
cabang (keturunan) kebawah. Ketiga, keturunan dari kedua orang tuanya
terus kebawah. Keempat, keturunan langsung dari kakek neneknya.
Keturunan
yang tidak langsung dari kakek nenek halal dinikahinya. Oleh karena itu,
dihalalkan menikah antara anak-anak paman dengan anak-anak bibi. Adapun yang
diharamkan karena perbesanan itu ada lima, diantaranya:
1. Bekas isteri
bapak.
2. bekas isteri
anak.
3. Ibu dari
isteri.
4. Anak dari
isteri. Keharaman ini terjadi apabila lelaki itu telah mencampuri ibunya.[4]
5. Saudara wanita
dari isteri. Akan tetapi, keharamannya ini dalam waktu tertentu, yaitu selama
isteri masih hidup dan menjadi isteri dari lelaki yang bersangkutan.[5]
Juga
diharamkan menikah dengan seseorang karena adanya hubungan persusuan,
sebagaimana diharamkannya menikah dengan orang yang ada hubungan nasab dan
perbesanan. Keharaman menikah karena hubungan ini meliputi 9 orang mahram,
yakni:
1.
Ibu susu dan ushul-nya terus keatas,
2.
Anak wanita susuan dan anak-anaknya terus kebawah,
3.
Saudara wanita persusuan dan anak-anaknya terus kebawah,
4.
Saudara wanita ayah dan saudara wanita ibu sepersusuan,
5.
Ibu susuan dari isteri,
6.
Anak susuan isteri,
7.
Bekas isteri ayah atau kakek susuan,
8.
Isteri anak susuannya terus kebawah,
9. Memadu, menghimpun antara seorang wanita dengan saudara wanita
sepersusuannya, atau dengan bibi sepersusuan isterinya, atau wanita manapun
yang punya hubungan kemahroman dengannya karena persusuan.[6]
Jenis
yang pertama dan ketiga dari wanita-wanita mahram ini disebutkan pengharamannya
dalam ayat nash diatas. Adapun selain yang diharamkan dalam surat ini, aturan
pelaksanaannya disebutkan dalam hadits Nabi SAW,
يحرم من الرّضاعة ما يخرم من النّسب
Artinya: “Diharamkan karena susuan, apa yang diharamkan karena nasab.” (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim).[7]
Selain hukum diharamkannya menikahi wanita untuk
selamanya, juga ada hukum dilarangnya menikahi wanita untuk sementara,
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Mengumpulkan dua saudara perempuan sekandung, dan
2. Menikahi seorang wanita yang sedang dalam ikatan pernikahan atau wanita
yang sedang berada dalam masa iddah.
C. Hikmah Keharaman
Sesungguhnya mahram-mahram ini sudah diharamkan
didalam tradisi jahiliyah. Akan tetapi, Islam yang mengharamkan mahram ini
secara keseluruhan tidak mengacu pada tradisi jahiliyah didalam mengharamkannya
itu.
Adapun hikmah diharamkannya menikahi mahram ,
dengan adanya percampuran darah dengan anggota keluarga baru yang (bukan
keturunan sendiri), dengan unsur-unsurnya yang istimewa, sehingga dapatlah
diperbaharui kehidupan dan unsure-unsur generasi baru. Karena pernikahan antara
keluarga dekat itu dapat melemahkan keturunan bersamaan dengan perjalanan
waktu, karena unsur-unsur kelemahan yang turun-temurun adakalanya berpangkal
pada keturunan.
Selain dari itu, jika melakukan pernikahan dengan mahram
dapat berujung pada putusnya tali persaudaraan yang telah terjalin sebelumnya
jika sepasang suami isteri ini mengalami pertengkaran yang tak dapat
terselesaikan yang berujung pada perceraian.
Dengan diharamkannya menikahi mahram itu karena,
tujuan menikah itu untuk memperluas kawasan ikatan keluarga dan
mengembangkannya dengan dilatarbelakangi ikatan kekerabatan.
3. KESIMPULAN
Mahram
(محرم)
adalah semua orang yang haram
untuk dinikahi selamanya karena sebab keturunan, persusuan dan pernikahan dalam
syariat
Islam. Muslim Asia
Tenggara sering salah dalam menggunakan istilah mahram ini dengan kata muhrim, sebenarnya kata muhrim memiliki arti yang lain.
Wanita-wanita
yang haram dinikahi menurut Islam adalah golongan wanita yang dijelaskan
didalam surat An-Nisa ayat 22-24. Sebagiannya dirahamkan untuk selamanya
(yakni, selamanya tidak boleh dinikahi), dan sebagiannya diharamkan dinikahinya
dalam kurun waktu tertentu.
Hukum
diharamkannya menikahi wanita untuk selamanya terbagi menjadi beberapa bagian.
Sebagian disebabkan karena hubungan nasab, sebagian disebabkan hubungan
persusuan, dan sebagian disebabkan hubungan
mushaharah(perbesanan).
Sedangkan diharamkannya menikahi wanita untuk
sementara yaitu: ketika Mengumpulkan dua saudara perempuan sekandung, dan menikahi
seorang wanita yang sedang dalam ikatan pernikahan atau wanita yang sedang berada
dalam masa iddah. Dan dalam pengharaman menikahi mahrom itu terdapat banyak
hikmah.
DAFTAR PUSTAKA
Ash-Shobuny , Syekh Muhammad ‘Ali. Rowai’ul Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam min
al-Qur’an, (Jakarta: Darul Kutub al-Islamiyah), tth
Quthb, Sayyid. Tafsir
Fi Zhilalil Qur’an, (Jakarta:
Gema Insani Press) 2001
[1]
Sayyid Qutb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, (Jakarta: Gema Insani Press)
2001, Jilid 2 hal. 310
[2] Ibid,
[3]
Syekh Muhammad ‘Ali Ash-Shobuny, Rowai’ul Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam min
al-Qur’an, (Jakarta: Darul Kutub al-Islamiyah) t.th, Juz 1, hal. 358
[4] Ibid,
[5] Op.Cit,
hal. 311
[6] Ibid,
[7]
Syekh ‘Ali Ash-Shobuny, Op.Cit, hal. 358