Sabtu, 20 Oktober 2012

Bahagia dalam Nestapa

jangan kau bergetir kala galau sedang kau singgahi
jangan menunduk meski kau terbelenggu gelap waktu yang tak kau angani
dan jangan sungkan mengutus senyuman tuk hiasi aral kegundahan
hingga kelak ceria hadir membayangi kebahagiaan

kau selalu mengutuk duri yang mengiris mimpimu
biaskan harapan yang tak juga kau rasakan
mengutuk kasih yang telah menjauh
berharap kembali di pelukan

Rumi bersabda, "Cinta adalah sebuah penyakit karena berpisah, Tiada penyakit yang dapat menyamai dukacita hati"
bukan berarti kau harus memunggunginya . . .

Cinta tak hanya mengandung unsur bahagia
menjejalnya dengan tawa, canda dan ceria
Cinta hanyalah jalan tuk meniti jejak kebahagiaan
mungkinkah kita memaknai kebahagiaan tanpa mengerti batas kesengsaraan?

jika tujuanmu hanya ingin mendapat kebahagiaan
jangan pernah mencarinya, tapi ciptakanlah!!!
saat itulah kamu akan memahami makna nestapa dan hakikat bahagia . . .


 

Cinta Dan Dunia

Suara tepukan takkan terdengar jika hanya sebelah tangan
itulah kenapa setiap makhluk harus berpasangan
malam bersanding siang
lembab memayungi gersang
pun saat satu cinta pergi, selalu akan ada cinta yang datang

Tuhan menciptakan langit dan bumi tuk saling berbagi
Jika bumi kurang panas, Langit mengirimkan panas
Jika bumi kurang segar, Langit menyegarkan bumi yang lembab
Langit berputar menurut sumbunya, bagaikan suami mencari nafkah bagi istrinya
Dan Bumi sibuk mengurus rumah: ia menunggui dan menyusui bayi yang dilahirkan

Perumpaannya seperti lelaki dan wanita
satu sama lain saling membutuhkan untuk hidup sempurna
tanpa lelaki, siapa yang kan menghisap madu wanita?
mewujudkannya menjadi bunga yang indah
tanpa wanita, bagaimana lelaki mencipta budaya?
menuntunnya sebagai khalifah di dunia
lihatlah, dunia diselamatkan oleh persatuan keduanya

siang dan malam sangatlah menyilang
satu sama lain saling menentang
untuk mencapai tujuan yg satu, mereka harus saling membantu
saling berbagi tuk meraih dunia yg sempurna
saling mengerti tuk mewujudkan cinta yang sempurna
so, kenapa kita berbeda?
bukankah karena berbeda itulah semesta menjadi indah

Jumat, 12 Oktober 2012

Aku Seperti "Bocah"

Hanya coretan kecil langkah mimpi semuQ . . .

wanita itu tersenyum manis. 
cantik dalam balutan jilbab orange dg bros menjuntai pada bagian atas jilbab'y. 
menambah anggun sosok'y. 
meskipun ia trlihat cuek dg kemeja lusuh dan sepatu hitam usang'y. 
tp hal itu tak mengurangi kekagumanku akn kasih sayang'y pd iqbal, nama anak'y (mungkin ia berusia 7 tahunan) yg sempat kudengar dr percakapa
n mereka d angkot td. 
obrolan mereka trdengar ceria. 
celoteh riang iqbal menyapa oma'y lewat handphone menyiratkan kesan bahwa mereka adalah satu keluarga yg bahagia. ya, bahagia.

benakQ menerawang jauh masa lalu.
akh, kenapa aku harus beranjak dewasa. 
kehidupan yg dipenuhi polemik masalah yg begitu pelik. 
menjalani perjalanan yg terburai penderitaan, penyesalan, kemalasan, kekosongan. aku ingin kembali menjadi 'bocah', 
berlari tanpa takut tuk terhenti rasa perih. 
melepas tawa dengan tidak mnyimpan gundah jiwa. 
menggapai ceria tanpa mengenal putus asa.
aku ingin seperti 'bocah' yg tak harus mengalami pedih'y bersikap dewasa. 
sudikah engkau memutar langkahmu lagi, wahai sang waktu?

Sabtu, 08 September 2012

Rumi's Magic Word



Ketika aku mati, jangan cari pusara aku di bumi, carilah di hati manusia



"I Died as a Mineral" by Maulana Rumi

I died as a mineral and became a plant,

I died as plant and rose to animal,
I died as animal and I was Man.

Why should I fear? When was I less by dying?
Yet once more I shall die as Man, to soar
With angels blest; but even from angelhood
I must pass on: all except God doth perish.
When I have sacrificed my angel-soul,
I shall become what no mind ever conceived.

Oh, let me not exist! for Non-existence
Proclaims in organ tones, 'To Him we shall return.' 



Divan-e-Shams by Maulana Rumi, Spiritual Couplet 26

I need a lover and a friend

All friendships you transcend
And impotent I remain

You are Noah and the Ark
You are the light and the dark
Behind the veil I remain

You are passion and are rage
You are the bird and the cage
Lost in flight I remain

You are the wine and the cup
You are the ocean and the drop
While afloat I remain

I said, "O Soul of the world
My desperation has taken hold!"
"I am thy essence," without scold,
"Value me much more than gold."

You are the bait and the trap
You are the path and the map
While in search I remain

You are poison and the sweet
You are defeated and defeat
Sword in hand I remain

You are the wood and the saw
You are cooked, and are raw
While in a pot I remain

You are sunshine and the fog
You are water and the jug
While thirsty I remain

Sweet fragrance of Shams is
The joy and pride of Tabriz
Perfume trader I remain.



Other Select Verses by Maulana Rumi

I swallowed

some of the Beloved's sweet intoxicant,
and now I am ill.
My body aches,
my fever is high.
They called in the Doctor and he said,
drink this tea!
OK, time to drink this tea.
Take these pills!
OK, time to take these pills.
The Doctor said,
get rid of the sweet intoxicant of his lips!
OK, time to get rid of the doctor.

It is your turn now,
you waited, you were patient.
The time has come,
for us to polish you.
We will transform your inner pearl
into a house of fire.
You're a gold mine.
Did you know that,
hidden in the dirt of the earth?
It is your turn now,
to be placed in fire.
Let us cremate your impurities.

When we talk about the witness in our verse,
we talk about you.
A pure heart and a noble demeanor
cannot compete with your radiant face.
They will ask you
what you have produced.
Say to them,
except for Love,
what else can a Lover produce?

By day I praised you
and never knew it.
By night I stayed with you
and never knew it.
I always thought that
I was me--but no,
I was you
and never knew it.

This is a gathering of Lovers.
In this gathering
there is no high, no low,
no smart, no ignorant,
no special assembly,
no grand discourse,
no proper schooling required.
There is no master,
no disciple.
This gathering is more like an intoxicated party,
full of tricksters, fools,
mad men and mad women.
This is a gathering of Lovers.

I wish I could give you a taste of
the burning fire of Love.
There is a fire
blazing inside of me.
If I cry about it, or if I don't,
the fire is at work,
night and day.
People make clothing to cover their intellect,
but the heart of Lovers
is a shroud,
inflamed in golden hues of His Love.

sumber: 

the Prophet Gibran


Kahlil Gibran on Love 

When love beckons to you, follow him,
Though his ways are hard and steep.
And when his wings enfold you yield to him,
Though the sword hidden among his pinions may wound you.
And when he speaks to you believe in him,
Though his voice may shatter your dreams
as the north wind lays waste the garden.

For even as love crowns you so shall he crucify you. Even as he is for your growth so is he for your pruning.
Even as he ascends to your height and caresses your tenderest branches that quiver in the sun,
So shall he descend to your roots and shake them in their clinging to the earth.

Like sheaves of corn he gathers you unto himself.
He threshes you to make you naked.
He sifts you to free you from your husks.
He grinds you to whiteness.
He kneads you until you are pliant;
And then he assigns you to his sacred fire, that you may become sacred bread for God's sacred feast.

All these things shall love do unto you that you may know the secrets of your heart, and in that knowledge become a fragment of Life's heart.

But if in your fear you would seek only love's peace and love's pleasure,
Then it is better for you that you cover your nakedness and pass out of love's threshing-floor,
Into the seasonless world where you shall laugh, but not all of your laughter, and weep, but not all of your tears.
Love gives naught but itself and takes naught but from itself.
Love possesses not nor would it be possessed;
For love is sufficient unto love.

When you love you should not say, "God is in my heart," but rather, "I am in the heart of God."
And think not you can direct the course of love, for love, if it finds you worthy, directs your course.

Love has no other desire but to fulfill itself.
But if you love and must needs have desires, let these be your desires:
To melt and be like a running brook that sings its melody to the night.
To know the pain of too much tenderness.
To be wounded by your own understanding of love;
And to bleed willingly and joyfully.
To wake at dawn with a winged heart and give thanks for another day of loving;
To rest at the noon hour and meditate love's ecstasy;
To return home at eventide with gratitude;
And then to sleep with a prayer for the beloved in your heart and a song of praise upon your lips.



Kamis, 06 September 2012

MENULIS KARYA SASTRA

MENULIS KARYASASTRA

Oleh : Drs. JAHIDIN, M.Pd.
(Kepala SLB Muhammadiyah Banjarsari Ciamis)

A. PENDAHULUAN
Menulis karya sastra merupakan salah satu materi pokok dalam pelajaran Bahasa Indonesia di setiap sekolah, tak terkecuali di Sekolah Luar Biasa. Oleh karena itulah, para guru yang mengajarkan pelajaran Bahasa Indonesia sudah semestinya memahami dan menguasai ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam penulisan karya sastra baik itu cerpen, novel, derama, maupun puisi. Adanya pelajaran sastra di sekolah tentu bukan sesuatu yang main-main, tetapi memiliki kepentingan yang sangat mendasar bagi kehidupan setiap orang. Yakni untuk membentuk kepribadian, mempertajam kepekaan terhadap lingkungan, menanamkan sikap estetika, serta dapat direalisasikan sebagai masukan dan kontrol terhadap kehidupan sosial. Jadi karya sastra merupakan suatu hal yang sangat  penting untuk dijadikan bahan pembelajaran di sekolah.
Seorang guru bahasa dan sastra Indonesia paling tidak harus menguasai unsur-unsur pokok yang terdapat dalam karya sastra, sehingga ia mampu memberi pelajaran tentang menulis sastra kepada anak didiknya. Atas dasar pertimbangan itulah kiranya sangat tepat Kelompok Kerja Guru Pendidikan Luar Biasa di lingkungan Gugus 27 SLB Kabupaten Ciamis, memasukkan materi Menulis Karya Sastra sebagai salah satu bahasan dalam program kegiatan diskusinya.
Dalam kenyataan sehari-hari disinyalir bahwa nilai-nilai luhur dalam sisem budaya  seperti ketertiban, tanggung jawab, pengendalian diri, kebersamaan, keimanan, dan lain-lainnya yang seyogyanya berporos dalam pendidikan di sekolah, di rumah dan di masyarakat, kemudian diteladankan oleh pendidik, orang tua, dan pemuka masyarakat serta dibaca dalam karya-karya sastra, ternyata belum berlangsung sepenuhnya seperti yang diharapkan bersama. Padahal kita ketahui bahwa karya-karya sastra merupakan sari dari pengalaman batin bangsa, suka-dudkanya, pencapaian dan kegagalannya, keberanian dan ketakutannya, kegagahan dan kebopengannya, kejujuran dan kekhianatannya, serta catatan setia perjalana  sejarahnya. Semua itu ditemukan dalam bentuk yang estetik, indah, menyentuh perasaan dan memberikan kearifan hidup bagi pembacanya.
Apabila kekayaan sastra tersebut, yang berbentuk puisi, cerpen, novel dan drama dibaca, dihayati dan didalami, maka berlangsunglah penghalusan budi, pengayaan pengalaman dan perluasan wawasan terhadap kehidupan. Pembaca sastra ini menjadi toleran terhadap masyarakatnya, bersimpati pada manusia dan makhluk serta alam sekitarnya. Dia menjadi arif dan cinta pada kehidupan, berempati pada penderitaan manusia dan sangat sensitif serta mudah diajak untuk beramal saleh pada masyarakat. Dia akan benci pada setiap kekerasan, tidak akan sudi ikut serta dalam tindakan aniaya, bahkan menentang dan memberantasnya.
Pengembangan budaya baca buku dapat dimulai dari buku sastra, kemudian dilanjutkan ke buku-buku lain seperti biografi, sejarah, ilmu sosial dan eksakta. Kecintaan membaca memang harus start dari sastra, kemudian ditularkan kepada disiplin lainnya. Membaca dan menulis seperti saudara kembar yang tak terpisahkan, berjalan bersamaan. Anak-anak didik itu kita bimbing membaca dan kita bimbing pula mengarang, bahkan seharusnya dalam porsi yang besar di dalam kurikulum sekolah bila ita ingin mereka kelak ketika dewasa jadi manusia cendekia.
Satu hal yang boleh kita renungkan kembali bahwa sudah lama terjadi prioritas dan gengsi berkelebihan pada kelas eksakta dan ilmu sosial, serta mengucilkan kelas bahasa dan sastra. Sebagai akibatnya dapat kita amati bahwa budaya baca bangsa kita termasuk paling rabun di dunia dan budaya menulisnya pun lumpuh pula.
Tujuan dari diskusi ini diantaranya adalah untuk menumbuhkan kesenangan dan kegemaran berapresiasi sastra, menulis dan membaca bagi para pendidik. Rasa senang dan suka memasuki puisi, cerpen, novel dan drama akan mempertinggi kegemaran yang semoga malah jadi kecanduan dalam arti positif dan dinamis, sehingga di luar tugas mengajar pun para guru akan memperkaya batin dengan membaca lebih banyak karya sastra, menonton drama, mengikuti diskusi sastra dan sebagainya dalam mengisi waktu senggangnya. Dalam jangka panjang kesenangan dan kegemaran ini mudah-mudahan diteruskan pada siswa-siswa di kelas, sehingga apresiasi sastra dan budaya baca mereka meningkat, serta kemampuan menulisnya berkembang.

B. UNSUR-UNSUR KARYASASTRA
Tidak ada cara yang lebih baik mengapresiasi novel dan cerpen selain dengan sebanyak-banyaknya membaca novel dan cerpen; pengetahuan atas unsur – unsur intrinsik novel dan cerpen hanya diperlukan sebagai pengantar ke arah pengoptimalan cara baca kita terhadap kedua genre kesusastraan tersebut. Unsur – unsur intrinsik yang sangat penting untuk diketahui adalah: tema, karakterisasi, plot, setting, dan gaya.

1. TEMA
Tema adalah ide sebuah cerita. Pada saat menulis cerita pengarang bukan sekedar ingin bercerita tetapi juga menyampaikan sesuatu kepada pembacanya. Sesuatu yang disampaikan itu dapat berupa masalah kehidupan, pandangan hidupnya atau penilaiannya terhadap kehidupan. Pada karya yang berhasil, tema tersembunyi dalam tindakan – tindakan, pikiran – pikiran dan ucapan – ucapan karakter (tokoh) yang diciptakannya.
Tema tidak perlu selalu berwujud ajaran moral seperti seringkali kita temukan pada fabel atau cerita – cerita lama tetapi bisa semata – mata berwujud pengamatan, kesimpulan, atau sekedar bahan mentah (raw material) pada pengamatan pengarang atas kehidupan. Pengarang bisa mengemukakan satu masalah kehidupan saja. Misalnya, hubungan percintaan sepasang manusia.
Tema dalam karya – karya besar novel modern seringkali sederhana saja. Jika kita membaca Dr Zhivago, karya pengarang besar Rusia. Boris Pasternak, misalnya, temanya adalah percintaan yang unik antara Zhivago dan Larissa; perjalanan kisah – kasih yang umum itu dibingkai oleh suatu setting peristiwa besar, yaitu revolusi Rusia. Tema yang sama dapat kita temukan dalam Pertempuran Penghabisan (Farewell to Arms) karya pengarang Amerika, Ernest Hemingway. Hanya saja dalam novel yang disebut terakhir settingnya Perang Dunia I. Pada kedua novel yang mengantarkan kedua pengarangnya meraih hadiah Nobel tersebut, sebagai pembaca kita dilibatkan ke dalam “konflik dalam” dan “konflik luar” karakter – karakter utama novel tersebut di tengah – tengah peristiwa –peristiwa besar di luar, dan yang mempengaruhi kehidupan pribadi mereka.
Dalam sebagian novel yang akan kita bahas, kita melihat Ahmad Tohari, memberi setting novelnya, trilogi Ronggeng Dukuh Paruk, peristiwa – peristiwa di sekitar permberontakan Gestapu/PKI; sementara Mangunwijaya memilih setting novelnya, Burung-Burung Manyar, peristiwa-peristiwa luar biasa pada masa prakemerdekaan (zaman Belanda dan Jepang), masa revolusi kemerdekaan, dan masa pascakemerdekaan.

2. KARAKTERISASI
Karakterisasi adalah perwujudan atau representasi watak atau personalitas manusia dalam cerita fiksi ( novel, cerita pendek, drama). Pada novel dan cerpen modern terdapat kecenderungan untuk memberi tekanan pada perwatakan tokoh (karakter). Karakter dalam novel-novel modern biasanya kompleks, baik watak psikologisnya maupun wakatk sosialnya. Yang dimaksud watak psikologis adalah struktyur jiwa tokoh yang bersangkutan yang terkadang aneh, luar biasa, mengejutkan. Ikutilah pembukaan novel Notes from Underground atau Catatan dari Bawah Tanah karya Dostoyevsky : “I am a sick man…. I am a spiteful man. I am an anatractive man. I believe my liver is diseasead.” Membaca pembukaan  novel itu saja sudah dapat dibayangkan kira-kira kita akan mengikuti kehidupan karakter semacam apa. Watak psikologis yang dimiliki sang tokoh akan membimbingnya pada watak sosial yang dijalaninya dalm kehidupan ketika karakter yang bersangkutan bertemu, bersentuhan, bersinggungan, dan melakukan relasi sosial dengan karakter-karakter lainnya.
Pada novel-novel psikologis (Dostoyevsky dipercaya sebagai pemulanya) perhatian pengarang yang memberi penekanan  pada watak psikologis tokoh-tokohnya sangat terlihat. Di Indonesia Budi Darma, pengarang novel-novel dan cerpen-cerpen psikologis yang kuat (dalam kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington) adalah contoh yang baik dari bgaimana seorang pengarang membentuk watak psikologis karakter-karakternya. Sementara itu karya-karya Umar Kayam mengedepankan sejumlah karakter yang diangkat dari studi mendalam terhadap manusia dari lingkungan kultural yang dikenalnya dari dekat, seperti tampk dalam karakter Marno (Seribu Kunang-kunang  di Manhattan), Sri (Sri Sumarah), Tono (Musim Gugur Kembali di Connecticut), atau Lantip (Para Priyayi).
Secara teknis cra pengarang mengemukakan karakter dalam novel atau cerpennya melalui :
a)      Perbuatan si tokoh.
b)      Ucapan-ucapan si tokoh.
c)      Penggambaran fisik tokoh yang bersangkutan.
d)     Pikiran-pikiran si tokoh.
e)      Keterangan langsung si pengarang.
Dalam penulisan cerpen cara yang satu biasanya lebih ditonjolkan dari cara yang lain, sedangkan dalam novel kelima cara digunakan dengan optimal.

3. PLOT
Plot adalah rencana atau cerita utama suatu karya sastra (novel, drama, cerpen atau puisi). Plot disebut pula struktur naratif. Dalam sejarah kritik kesusastraan pengertin tentang plot telah bnyak mengundang perdebatan. Dalam Poetics, Aristoteles menekankan pentingnya plot dan menyebutnya sebagai “jiwa” (soul) dari sutu tragedi.
Apa yang disebut plot dalam cerita pada dasarnya sulit dicari. Ia tersembunyi di balik jalannya cerita. Namun jalan cerita (narasi) bukanlah plot. Narasi hanyalah  manifestasi atau bentuk jasmaniah plot. Menurut E.M. Foster, dalam Aspects of the Novel, plot membutuhkan suatu level pengorganisasian naratif yng sangat tinggi daripada yang misalnya biasa diperlukan dalam cerita-cerita fabel. Jalan cerita, menurut Foster adalah peristiwa-peristiwa naratif yng disusun di dalam rangkaian waktu peristiwa-peristiwa itu (“narrative of events arranged in their time-sequence”) tempat plot mengorganisasikan peristiwa-peristiwa itu dalam kerangka pengertian hubungan sebab akibat (“sense of causality”).
Dengan demikian plot dan narasi memiliki pengertian yang berbeda meskipun terkadang kedua pengertian tersebut dikacaukan. Jalan cerita tau narasi memuat peristiwa-peristiwa dan plot menggerakkan peristiwa-peristiwa tersebut. Jika Aristoteles menyebut plot sebagai  jiwa dari suatu tragedi, kita dapat mengatakan bahwa plot adalah jiwa dari suatu narasi.
Narasi mengandung perkembngan peristiwa di dalamnya dan yang menyebabkan perkembangan peristiwa tersebut adalah konflik. Dengan demikian, intisari plot adalah konflik. Konflik dalam novel atau cerpen tak bisa diberikan begitu saja dan mesti ada dasarnya. Karena itulah plot sering dikupas menjadi elemen-elemen sebagai berikut :
1)      Pengenalan.
2)      Timbulnya konflik.
3)      Puncak konflik.
4)      Akhir konflik (klimaks atau antiklimaks).

4. SETTING
Setting adalah bingkai (frame) waktu, peristiwa atau lokasi tempat narasi (jalan cerita) berlangsung. Dalam novel dan cerpen modern, setting disusun pengarangnya menjadi unsur narasi yang penting. Dalam sebuah narasi, setting berjalin-berkelindan dengn tema, karakterisasi, dan plot. Bagi sejumlah pengarang, susunan dan prilaku karakter yang ia ciptakan bergantung pada lingkungan tempat karakter itu berada dan diperlkukan sama pentingnya dengan personalitas karakter itu. Sebagai contoh, setting bagi Emila Zola, novelis dan kritikus Prancis pendiri gerakan naturalis, merupkan bagian sangat penting karena di percaya bahwa lingkungan (environment) menentukan karakter seseorang. Pandangannya terbukti antara lain dalam novelnya, Theresa. Kewbetulan pada masa yang sama dalam kriminologi berkembang “mazhab lingkungan” yang beranggapan bahwa lingkungan sosial berpengaruh besar terhadap menjadi jahat atau saleh seseorang. Teori ini lahir kritik atas teori Lambrosso di Italia yang beranggapan bahwa watak jahat seseorang ada hubungannya dengan hereditas genetik (diturunkan secara genetik) dan bahwa ciri-ciri orang jahat dapat dilihat dari bentuk-bentuk fisiknya. Tentu saja menerapkan teori ini pada masa sekarang akan banyak menyinggung perasaan orang meskipun para penulis naskah dan juru gambar masih sering merujuk pendapatnya untuk melukiskan tokoh-tokoh jahat dalam film-film aksi (mafia, western, silat) dan kartun.
Setting juga menunjukkan aspek-aspek yang lebih rinci dari waktu, perisrtiwa atau loksi. Jika bicara tentang tempat, misalnya, maka mestilah menunjukkan pula anasir lain yang hakiki dari tempat tersebut, seperti cara berpikir rakyatnya, kegiatan mereka, kekhasan mereka atau cara hidup mereka, dan sebagainya. Membaca karya-karya R.K. Narayan, novelis dan cerpenis India, kita akan dipertemukan dengan pengetahuan mendalam pengarang tersebut terhadap kotanya (yang ia samarkan dengan nama “Maguldi”). Bukan itu saja, Graham Greene, novelis Inggris, mengaku bahwa ia mengenal India karena ia membaca kary-karya Narayan. Ahmad Tohari lewat Ronggeng Dukuh Paruk dengan berhasil melukiskan prototype desa kecil di Jawa, Pramoedya dalam Arus Balik merekonstruksi kembali kota Belambangan abad ke-15 dengan memikat, karya-karya Eiji Yoshikawa khususnya Taiko, menyuguhkan setting kerajaan-kerajaan Jepang pada abad yang sama dengan tak kalah memikat pula, dan setting yang dipilih Budi Darma dalam kumpulan cerpennya yang telah disebut di muka sangat mendukungkarkter-karakter kesepian yang diciptakannya.
Dalam novel dan cerpen yang berhasil, setting terintegrasi (menyatu) dengan tema, karkterisasi, gaya, maupun kaitan filosofis kedua karya sastra itu dengan realitas. Novel atau cerpen dengan setting perang misalnya, dapat berbicara tentang persolan-persoalan yang lebih spesifik seperti dendam, desersi, kebencian, pengungsian, pengkhianatan, romantisme perjalanan, kepahlawanan, dan sebagainya. Oleh sebab itulah, mencoba-coba mengubah setting Perang Dunia I dalam Pertempuran Penghabisan akan menyebabkn novel tersebut kehilangan kestuannya, demikian juga jika setting suasana pertempuran sejumlah cerpen Trisnoyuwono diganti dengan setting lain, akibat yang sama akan terjadi jika kita mengubah setting “serb Betawi” yang riuh dalam cerpen-cerpen S.M. Ardan dengan setting keramaian Pasar Bringharjo, Yogyakarta.
Menjadi jelas bahwa pemilihan setting dapat membentuk tema tertentu atau plot tertentu. Oleh krena alasan itu Jakob Sumardjo dan Saini KM  memperluas pengertian setting menjadi tempat tertentu, daerah tertentu, orang-orng tertentu, dengan watak-watak tertentu akibat situasi lingkungan atau zaman tertentu, cara hidup tertentu, dan cara berpikir tertentu.

5. GAYA
Dalam buku-buku pelajaran kesusastraan di Indonesia sering disebut-sebut tentang gaya yang lazimnya dikupas dalam judul “Gaya Bahasa”, lengkap dengan menyebutkan contoh penggunaan gayaa (bahasa) itu seperti metafora, personifikasi, peyoratif, amelioratif, totem pro parte, asosiasi, hiperbolisme, dan sebgainya. Pembicaraan tentang gaya bahasa biasanya kerap dilakukan ketika membahas karya-karya sastrawan Indonesia masa Pujangga Baru dan Balai Pustaka. Memasuki periode 45 dan sesudahnya memperbincangkan “gaya” dalam pengertian “gaya bahasa” menjadi tidak cukup memadai. Pengertian gaya telah berkembang menjadi sangat luas meliputi bagaimana si pengarang menggunakan kalimat, dialog, detail, dan bagaimana cara ia memandang persoalan, dan sebagainya.
Gaya atau style (bersal dari bahasa Yunani, stilus) dalam kesusastraan berarti cara berekspresi yang lain daripada yang lain (a distinctive manner of exspression) yang membedakan  satu pengarang dengan pengarang lainnya meskipun menjadi sesuatu yang biasa pula manakala kita menemukan keserupaan gaya antara satu pengarang dengan satu atau banyak pengarang lainnya.
Dalam penggunaan kalimat ada pengarang yang sering menyampaikan ceritanya, baik cerpen atau novel, dengan kalimat-kalimat pendek atau panjang, kompleks atau sederhana. Gabriel Garcia Marquez, dalam Tumbangnya Seorang Diktator menggunakan kalimat-kalimat panjang  dengan banyak sekali koma dan titik koma, akan cukup membuat repot pembaca sastra pemula; saki, pengaran inggris pendek–pendek, demikian pula Anton Chekov, Rudyard Kipling Idrus dan Mochtar Lubis; Guy de Maupssant, Virginia Woolf, A.A. Navis, Milan Kundera (dalam The Joke), Pramoedya, Umar Kayam, Hamsad Rangkuti, menggunakan kalimat– kalimat panjang dan pendek secara berirama; sedangkan kalimat – kalimat panjang atau pendek atau kedua–duanya sekaligus yang bertendesi filsafat dapat ditemukan antara lain pada karya– karya Iwan Simatupang. Namun, gaya bercerita karya–karya besar di dunia pada umumnya sederhana, enak dibaca, tetapi kaya dan padat.
Sifat ekonomis atau pemborosan dalam cerita juga merupakan unsur gaya. Ada pengarang yang suka memperpanjang cerita, boros dengan kalimat dan kadang-kadang  kalimat yang satu hampir sama artinya dengan kalimat yang lain. Pada sisi lain para pengarang Jepang seperti Kawabata Yasunari, Natsume Suseki, Yukio Mishima (dilakukan pula oleh sejumlah pengarang Jepang generasi sesudahnya yang besar di negeri lain seperti Kazuo Ishiguro, menggunakan pengulangan-pengulangan kalimat yang dianggap perlu secara sengaja justru untuk memperoleh efek estetika tertentu. Ada juga pengarang yang betul-betul hemat dengan kata-kata dan menggunakan kalimat yang paling perlu dan fungsional.
Yang juga menjadi ciri dari gaya seorang pengarang adalah penggunaan dialog sebagai unsur utama bercerita. Umar Kayam termsuk yang sangat efektif menggunakan kekuatan dialog dalam cerpen-cerpennya sebagaimana Ernest Hemingway juga melakukan hal yang sama dalam novel-novelnya. Baik Umar Kayam maupun Hemingway membangun karakterisasi dan suasana melalui ucapan-ucapan tokoh-tokohnya. Pengarang yang belum berpengalaman dengan teknik ini tetapi dengan keras kepala mencobanya kerap membuat jengkel pembaca dan redaktur sastra dan menjerumuskan ceritanya sendiri menjadi artifisial atau dibuat-buat.
Penggunaan detail juga merupakan gaya pengarang. Dalam Puisi di Indonesia, penyair yang sangat teliti menggunkan detail dalam baris-baris kalimatnya adalah Taufiq Ismail, Idrus dalam cerpennya, Prmoedya dalam novel, Umar Kayam dalam novel dan cerpen. Penggunaan detail ini juga digunakan Franz Kafka bahkan sejak awal kalimat novelnya seperti dalam kutipan pembukaan The Trial berikut ini : “Someone must have been telling lies about Joseph K., for without having done anything wrong he was arrested one fine morning.
Penggunaan kata-kata, baik yang kasar, halus, spontan, terjaga atau konvensional, merupakan ciri dari gaya seorang pengarang pula. Penyair Sapardi Djoko Damono  dan Saini KM terkenal dengan pilihan katanya yang halus dan konvensional. Puisi-puisi Taufiq Ismail dan Gunawan Muhamad, novel-novel Pramoedya dan Budi Darma, cerpen-cerpen Hamsad Rangkuti terkenal dengan kata-katanya yang terjaga.

C. KESIMPULAN
Agar seseorang dapat menulis karya sastra paling tidak harus memahami unsur-unsur karya sastra yang mencakup :  tema, karakterisasi, plot, setting, dan gaya. Selain itu sebagai latihan untuk mempertajam dan memperluas wawasan, maka harus rajin membaca tulisan-tulisan sastra hasil karya orang lain.

sumber: http://jahidinjayawinata61.wordpress.com/2010/09/02/menulis-karya-sastra/

Rabu, 05 September 2012

Presuposisi (Asumsi) Linguistik

Presuposisi (Asumsi) Linguistik
Oleh: Yuki Yusman ®
Bagian I

          Pada suatu masa seorang pemuda mengisi hari-harinya pada sebuah institusi rehabilitasi LP dibawah umur atas pelanggaran hukum yang dilakukannya, LP ini berada di bagian selatan Amerika Serikat, dimana Milton Erickson biasa berkunjung kesana, pemuda ini adalah seorang dari banyak pemuda yang ada disana dan mereka adalah bagian dari pekerjaan Erickson saat itu.
          Erickson pada waktu itu adalah seorang hypnotist yang selalu datang setiap saat, kembali lagi dan lagi – beliau adalah seorang psikiater yang bekerja; berbicara, mendengarkan dan memeriksa orang-orang ini sampai dengan memberikan intervensi terapi dan pengobatan.
          suatu hari.. seseorang.., psikiater yang lain ditempat itu, membawa pemuda yang saya ceritakan diawal kepada Erickson, dan terjadilah dialog berikut ini:
Psikiater: “Dok, ini pasien saya yang pernah saya ceritakan tempo hari!
Erickson: “Bapak duduk disana! (sambil menunjuk) Mengapa Bapak membawa pemuda ini kepada saya?
(Erickson pun berpaling dari psikiater itu dan memandang pemuda yang dibawanya, kemudian berbicara;)
Erickson:“Bagaimana terkejutnya Kamu nanti selasa depan, ketika kamu menemukan dirimu sudah berubah?”
Pemuda: Terdiam sesaat dan berkata “Sangat terkejut”  
Dan itu adalah akhirnya. Setelah itu pemuda itu pergi dan saat itu adalah akhir dari terapi dia di institusi tersebut. Pemuda itu berusia 22 tahun pada waktu itu.

A.   Presuposisi atau asumsi apa yang terkandung dari percakapan?
I. Psikiater pada Erickson: "Dok, ini pasien saya yang pernah saya ceritakan tempo hari!"
    Presuposisinya:
Erickson sudah pernah bertemu dengan Psikiater itu
Erickson sudah mengetahui kondisi pasien itu sebelumnya
Erickson belum pernah bertemu pasien itu
Sudah ada percakapan mengenai pasien itu sebelumnya

II.   Erickson pada Psikiater:
a.     "Bapak duduk disana!"
   Presuposisinya:
Psikiater itu menuruti perintah Erickson, menandakan psikiater menerima kekuatan otoritas Erickson pada psikiater itu
Pemuda/pasien menyimpulkan status otoritas Erickson lebih tinggi dari Psikiater itu

b.     "Mengapa Bapak membawa pemuda ini kepada saya?"
    Presuposisinya:
Pemuda ini adalah laki-laki yang belum dewasa
Pemuda ini memiliki masalah
Ada seorang bapak-bapak membawa pemuda kepada erickson

III. Erickson pada pemuda:
"Bagaimana terkejutnya Kamu nanti, selasa depan ketika kamu menemukan dirimu sudah berubah?"
    Presuposisinya:
Pemuda itu akan berubah sebelum hari selasa depan
Jika pemuda itu berubah, maka dia akan terkejut / pemuda itu terkejut jika dia berubah

IV.   Pemuda pada Erickson: "Sangat terkejut!"
    Presuposisinya:
Pemuda itu menerima presuposisi Erickson bahwa dia akan berubah sebelum selasa depan

B. Menurut Anda apa yang menyebabkan pemuda itu bisa mengakhiri sesi rehabilitasi yang dia jalankan di institusi tersebut?

          Pemuda itu melihat dan mendengar hebatnya kekuatan otoritas Erickson terhadap psikiater yang biasa menterapi dia, sehingga dia menerima presuposisi bahwa Erickson lebih “hebat” dari psikiaternya. Kemudian dari presuposisi Erickson lebih “hebat” dari psikiaternya, pemuda itu menerima presuposisi Erickson selanjutnya; bahwa bahwa dia akan berubah sebelum hari selasa depan, ini ditunjukkan dengan jawaban “sangat terkejut” dari pemuda itu.
          Disini berlaku hukum sebab-akibat atau jika-maka juga complex equivalent (Menghubungkan 2 hal yang berbeda seakan-akan memiliki kesetaraan) dalam presuposisi yang diolah berdasarkan TDS (Trans Derivational Search) dari Unconscious Mind Pemuda itu.
“Jika pemuda itu berubah sebelum selasa depan maka dia akan terkejut”
“pemuda itu sangat terkejut karena dia telah berubah”
“pemuda itu sangat terkejut itu artinya dia telah berubah”
“pemuda itu sangat terkejut (hari ini) karena dia telah berubah (sebelum selasa depan, dan faktanya bahwa hari ini adalah sebelum selasa depan)”
Atau dari sisi pemuda itu sendiri:
“Jika saya berubah maka saya akan terkejut”“Saya sangat terkejut karena saya telah berubah”
“Saya sangat terkejut itu artinya saya telah berubah”
“Saya sangat terkejut (hari ini) karena saya telah berubah (sebelum selasa depan, dan faktanya bahwa hari ini adalah sebelum selasa depan)”
Perhatikan dengan cermat, kapan semestinya pemuda itu terkejut? Apa yang menyebabkan pemuda itu terkejut?
Mestinya pemuda itu terkejut sebelum selasa depan. Yang menyebabkan pemuda itu terkejut bahwa dia menerima bahwa dia telah berubah sebelum selasa depan. Dalam percakapan itu, Pemuda itu telah terkejut sekarang.. bahkan sangat terkejut! Itu menandakan Unconscious Mind pemuda itu telah menerima “sugesti” bahwa dia telah berubah sekarang (sebelum hari selasa depan).


http://yukiyusman.multiply.com/tag/language%20pattern